Prabowo Subianto sebetulnya bisa saja mengikuti jejak sang ayah, Sumitro Djojohadikusumo, untuk menjadi seorang ekonom, atau mungkin birokrat pemerintahan. Namun, saat usia remaja, Prabowo memantapkan diri menjadi tentara.
Profesi inilah yang kemudian dijalaninya selama hampir dua dekade, sebelum akhirnya ‘terlempar’ dari dunia militer di tahun 1998. Setelah tak lagi berdinas, Prabowo kemudian mengikuti jejak adiknya, Hashim Djojohadikusumo, sebagai pengusaha.
Merujuk paparan George Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan (2006), saat di Aman, Yordania, Prabowo sempat menjadi perwakilan kelompok bisnis adiknya, Tirtamas/Comexindo. Selain itu, dari sana juga dia berupaya mempersiapkan bisnis tambang, pengolahan kertas, dan penggalian sumber-sumber energi.
Barulah pada 2001, Prabowo dan rekannya, mendirikan Nusantara Energi. Perusahaan inilah yang kemudian menjadi mesin pendulang kekayaan bagi Prabowo. Awalnya bisnisnya bergerak di industri kertas bernama PT Kiani Kertas, yang berada di Berau, Kalimantan Timur.
PT Kiani Kertas ini awalnya dimiliki oleh ‘Raja Hutan’ Bos Hasan. Namun, pada tahun 1990-an, perusahaan ini diambil alih negara karena dianggap tidak sehat. Dan karena alasan inilah Prabowo ingin membangkitkan perusahaan kertas tersebut.
Dia membeli Kiani Kertas sebesar Rp 1,8 Triliun dan mengubahnya menjadi PT Kertas Nusantara. Pengambilalihan inilah yang kemudian membuat hubungannya dengan senior di TNI, Luhut Binsar Panjaitan, kembali mencair.
Sebagaimana dipaparkan Hendra Budiman dalam Para Pembisik Jokowi (2015), di Kiani Kertas Prabowo menjabat sebagai Presiden Direktur dan Luhut Binsar Panjaitan menduduki kursi Komisaris Utama. Sayang, hubungan positif dua jenderal TNI itu tidak berlangsung lama.
Kondisi perusahaan yang tak kunjung membaik membuat hubungan keduanya kembali merenggang. Di tangan Prabowo, Kiani Kertas tetap dianggap perusahaan yang tak sehat dan tidak begitu sukses.
Setelah bermain di industri kertas, Prabowo beralih ke sektor bisnis lain. Tercatat, bekas Pangkostrad ini sempat bermain di bisnis minyak kelapa sawit di PT Tidar Kerinci Agung, bidang perikanan lewat PT Jaladri Nusantara dan sektor migas lewat PT Nusantara Energy.
Seluruh bisnis itu berada di bawah naungan Nusantara Group yang ternyata membawahi 27 perusahaan di dalam dan luar negeri. Selama menjalani bisnis Prabowo tidak sendirian. Dia menaruh kepercayaan besar kepada rekan politik dan keluarganya. Inilah yang menjadi kunci bisnis Prabowo.
Fadli Zon dalam situs resmi pribadinya menyebut nama-nama seperti Hashim Djojohadikusumo, Widjono Hardjanto, Bambang Atmadja, dan dirinya sendiri sebagai eksekutif yang membesarkan bisnis Prabowo.
Tak heran jika jenderal purnawirawan ini tergolong sebagai menteri terkaya dengan harta sekitar Rp 2 Triliun. Dan tiap pilpres pun, kekayaan Prabowo selalu menjadi sorotan.