Said Abdullah Tegaskan Bansos Bukan Keberhasilan Kelompok Tertentu

Jakarta, CNN Indonesia — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyatakan bahwa tak seharusnya ada pihak yang mengklaim bahwa program bantuan sosial (bansos) merupakan prakarsa atau keberhasilan kelompok tertentu. Pasalnya, kebijakan dan anggaran bansos memerlukan persetujuan DPR.

Said mengatakan, kebijakan bansos yang diwujudkan melalui sejumlah program itu bukan semata soal uang. Bansos bertujuan memberikan akses atas pemeliharaan kesehatan, sehingga penerima dapat menjadi produktif dan mengupayakan kesejahteraan yang lebih baik.

“Hal ini adalah proses yang panjang, tidak cukup diguyur bansos setahun lalu mereka menjadi tidak miskin semua. Saya sungguh sedih ketika kebijakan teknokratis yang mulia dari negara kemudian diprivatisasi oleh Bapak Presiden dan sebagian menterinya, seolah-olah budi baik mereka,” kata Said dalam pernyataan resmi, Senin (5/2).

Karena itu, Said mengaku khawatir atas lonjakan anggaran bansos mencapai Rp496,8 triliun. Dirinya mengingat, pada era pandemi Covid-19, dari anggaran perlindungan sosial sebesar Rp234,33 triliun, tercapai realisasi Rp216,59 triliun.

Said menyebut, ada potensi penyalahgunaan dari anggaran tersebut.

“Saat ini situasi perekonomian nasional telah pulih, bahkan sejak 2022 diakui oleh dunia, Indonesia bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat akibat pandemi Covid-19. Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan Kementerian Sosial sebagai kementerian teknisnya?” tanya Said.

Dirinya berharap, kucuran APBN 2024 yang melalui pembahasan selama berbulan-bulan dapat benar-benar dijaga agar tetap sesuai tujuan, di mana APBN tersebut disusun untuk menggerakkan seluruh tujuan pembangunan, termasuk memperbaiki infrastruktur, memperkuat kemandirian pangan dan energi, hingga meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan budaya.

Secara khusus, Said meminta agar program bansos tidak dimanfaatkan sebagai kendaraan politik pemilihan umum (Pemilu) 2024. Dirinya mengingatkan bahwa pemimpin negara memiliki peran tersendiri, yang di dalamnya tidak termasuk mengurus soal teknis bansos.

“Biarkanlah pemilu ini berjalan secara alamiah, sedemokratis mungkin, berjalan tanpa cawe-cawe kekuasaan. Dari pemilu demokratis, pemenang pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat memimpin Indonesia. Sebaliknya Indonesia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional jika demokrasinya gagal,” kata Said.

Di sisi lain, penerima bansos juga diminta agar tak khawatir dihapus dari daftar penerima bansos dan tetap teguh pada pendirian politik masing-masing, di mana setiap warga negara berdaulat atas pilihan politik setiap individu.

Said menegaskan, penentuan hak suara tak berkaitan dengan penghapusan bansos. Penentuan hak suara merupakan hak politik warga negara, dan menerima bansos adalah hak ekonomi, yang mana kedua hal itu dijamin oleh hukum.

Dirinya meyakini, program bansos akan tepat sasaran dan memberi manfaat optimal bagi pengentasan rumah tangga miskin jika dikerjakan oleh pihak teknokrasi yang bekerja sesuai perencanaan, profesional, dan berintegritas tanpa tendensi politik tertentu.

“Jangan jadikah rakyat miskin kita sebagai dalih untuk mengeruk suara pemilu, seolah-olah tampil bak Robin Hood membagi-bagi sembako dan uang tunai tanpa perencanaan yang matang. Padahal cara-cara seperti itu tidak akan mengentaskan rakyat miskin keluar dari kubangan kemiskinan, tetapi hanya menjadikan orang miskin sebagai kendaraan politik,” ujar Said.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*